Thursday, 24 December 2015

PENGELOLAAN HAMA TERPADU ULAT BAWANG (Spodoptera exigua Hubner) PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Rp. 2,7 triliun/tahun), dengan potensi pengembangan areal cukup luas mencapai ± 90.000 ha (Dirjen Hortikultura, 2005)
Bawang merah merupakan tanaman semusim, memiliki umbi berlapis, berakar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga. Umbi bawang merah terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang kemudian berubah bentuk dan fungsinya, membesar dan akhirnya membentuk umbi berlapis (Sumarno dan Hartono, 1983).
Umbi bawang merah mengandung vitamin C, kalium, serat dan asid folic, sulfur, serta kalsium dan zat besi yang tinggi. Bawang merah merupakan komoditas unggulan bernilai ekonomi tinggi di Kabupaten Cirebon. Wilayah sentra pengem- bangannya meliputi Waled, Ciledug, Pabuaran, Losari, Pabedilan, Babakan, Gebang, Karang Sembung, Sedong, Astanajapura, Pangenan, Mundu, Beber, Palimanan, Plumbon, dan Susukan. Luas tanam bawang merah di Cirebon tercatat 3.873 ha dan luas panen 3.665 ha. Produksi mencapai 35.271 ton atau produktivitas rata-rata 9,09 ton/ha. Produksi tersebut dapat memenuhi kebutuhan Kabupaten Cirebon, bahkan sebagian dipasarkan ke luar daerah. Oleh karena itu, pengembangan bawang merah memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan petani (Wibowo, 2007).
            Bawang merah dihasilkan di 24 dari 32 provinsi di Indonesia. Penghasil utama (luas areal panen > 1.000 hektar per tahun) bawang merah adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogya, Jawa Timur, Bali, NTB, dan Sulawesi Selatan. Keseluruhan provinsi ini menyumbang 95,8% (Jawa memberikan kontribusi 75%) dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2003. Konsumsi rata-rata bawang merah pada tahun 2004 adalah 4,56 kg/kapita/tahun atau 0,38 kg/kapita/bulan. Menjelang hari raya keagamaan terjadi kenaikan konsumsi sebesar 10 – 20 % (Dirjen Hortikultura, 2005).
            Beberapa masalah yang dihadapi dalam budidaya bawang merah, antara lain adalah : (1) ketersediaan benih bermutu belum mencukupi secara tepat (waktu, jumlah, dan mutu); (2) penerapan teknik budidaya yang baik dan benar belum dilakukan secara optimal; (3) sarana dan prasarana masih terbatas; (4) kelembagaan usaha di tingkat petani belum dapat menjadi pendukung usaha budidaya; (5) skala usaha relatif masih kecil akibat sempitnya kepemilikan lahan dan lemahnya permodalan; (6) produktivitas cenderung mengalami penurunan; (7) harga cenderung berfluktuasi dan masih dikuasai oleh tengkulak; dan (8) serangan OPT semakin bertambah (Udiarto, dkk., 2005).
            Usaha meningkatkan produksi bawang merah (Allium ascolonicum L.), tidak terlepas dariserangan hama dan penyakit. Salah satu hama penting pada bawang merah yaitu (Spodoptera exigua Hubner). Srangan S. exigua dapat mneguragi hasil panen sampai 57%. Hama inimerupakan pemakan daun yang sangat merugikan, karena mulai dari larva instar pertama sampai larva instar akhir dapat menghancurkan daun hingga gundul (Wulansari, 1996).
            Salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing bawang merah adalah melalui pengembangan dan penerapan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dilihat dari sisi perundang-undangan, PHT telah memperoleh dukungan yang kuat dari pemerintah melalui UU 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menpan No. 887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Secara global, PHT atau Integrated Pest Management (IPM) telah memperoleh pengakuan sebagai program pertanian berkelanjutan, antara lain dengan dimasukkannya PHT sebagai salah satu program dalam Agenda 21 Hasil KTT Bumi di Rio de Janeiro (Udiarto, dkk., 2005).
            Tujuan umum program PHT adalah pengembangan sistem pengelolaan hama yang diperbaiki dan berwawasan lingkungan untuk mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan. Untuk itu pengendalian OPT yang akrab lingkungan seperti penggunaan musuh alami (parasitoid, predator dan patogen serangga), memperoleh perhatian dan dukungan (Udiarto, dkk., 2005).
Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui pengelolaan hama terpadu hama Spodoptera exigua Hubner pada tanaman bawang merah  (Allium ascolonicum L.)
Kegunaan Penulisan

            Adapun kegunaan penulisan dari paper ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Pra Praktikal Test di Laboratorium Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum L.)
            Tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut             Kingdom : Plantae ; Divisio : Spermatophyta ; Subdivisio : Angiospermae ;               Kelas : Monocotyledoneae ; Ordo : Liliaceae ; Family : Liliales ; Genus : Allium ; Species : Allium ascalonicum L. (Tim Bina Karya Tani, 2008).
            Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran tanaman bawang merah dapat mencapai 20-200 akar. Diameter bervariasi antara 0,5-2 mm. Akar cabang tumbuh dan terbentuk antara 3-5 akar (AAK, 2004).
            Tanaman ini memiliki batang sejati atau disebut “discus” yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh), diatas discus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semu yang berbeda di dalam tanah berubah bentuk danfungsi menjadi umbi lapis (Rahayu dan Berlian, 1999).
            Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berbentuk bulat mirip pipa, berlubang, memiliki panjang 15-40 cm, dan meruncing pada bagian ujung. Daun berwarna hijau tua atau hijau muda. Setelah tua, daun menguning, tidak lagi setegak daun yang masih muda dan akhirnya mengering dimulai dari bagian ujung tanaman (Suparman, 2010)
            Bunga bawang merah merupakan bunga sempurna, memiliki benang sari dan kepala putik. Tiap kuntum bunga terdiri atas enam daun bunga yang berwarna putih, enam benang sari yang berwarna hijau kekuning-kuningan, dan sebuah putik. Kadang-kadang, di antara kuntum bunga bawang merah ditemukan bunga yang memiliki putik sangat kecil dan pendek atau rudimenter. Meskipun kuntum bunga banyak, namun bunga yang berhasil mengadakan persarian relatif sedikit (Pitojo, 2003).
            Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tenaman secara generatif (Rukmana, 1995).
Syarat Tumbuh
Iklim
            Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 0–1000 m dpl. Meskipun demikian ketinggian optimalnya adalah 10–30 mdpl saja. Pada ketinggian 500–1000m dpl, juga dapat tumbuh, namun pada ketinggian itu yang berarti suhunyar endah pertumbuhan tanaman terhambat dan umbinya kurang baik
(Wibowo, 2007).
            Tanaman bawang merah lebih optimum tumbuh di daerah beriklimkering.Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut.Tanaman ini membutuhkan sinar matahari yangmaksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32° C dan kelembapan nisbi 50-70% (Sumarni dan Hidayat, 2005).
            Sinar matahari berperan cukup besar bagi kehidupan tanaman bawang,terutama dalam proses fotosintesis. Tanaman bawang merah menghendaki areal penanaman terbuka, karena tanaman ini memerlukan penyinaran yang cukup panjang sekitar 70%.Oleh karena itu tanaman bawang merah dikelompokkan kedalam tanaman berhari panjang (AAK, 2004).
            Curah hujan yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 300-2.500 mm per tahun. Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi, terutama daunnya yang mudah rusak sehingga dapat menghambat pertumbuhannya, dan umbinya pun mudah busuk (Tim Bina Karya Tani, 2008).
            Pada suhu yang rendah, hasil berupa umbi dari tanaman bawang merah kurang baik.Pada suhu 22° C tanaman masih mudah membentuk umbi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di dataran rendah yang bersuhu panas.Daerahyang sesuai adalah yang suhunya sekitar 25-32° C dan suhu rata-rata tahunannya30° C (Rahayu dan Berlian, 1999).
Tanah
            Tanaman bawang merah menyukai tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi sehingga hasilnya lebih maksimal. Selain itu, bawang merahhendaknya ditanam di tanah yang mudah meneruskan air, aerasinya baik dan tidak boleh ada genangan.Jenis tanah yang paling baik untuk bawang merah adalah tanah lempung berpasir atau lempung berdebu.Jenis tanah ini mempunyai aerasi dan drainase yang baik karena mempunyai perbandingan yang seimbang antara fraksi liat, pasir dan debu (Rahayu dan Berlian, 1999).
            Bawang merah menghendaki struktur tnah remah.Tanah remah memiliki perbandingan bahan padat dan pori-pori yang seimbang. Bahan padat merupakan tempat berpegang akar. Tanah remah lebih baik dari pada tanah bergumpal
(AAK, 2004).
            Tanaman bawang merah menghendaki tanah gembur subur dengan drainase baik. Tanah berpasir memperbaiki perkembangan umbinya. pH tanah yang sesuai sekitar netral, yaitu 5,5 hingga 6,5 sedangkan temperatur cukup panas yaitu 25-32°C. Persyaratan tumbuh untuk bawang bombai berlaku pula untuk bawangmerah (Ashari, 1995).
Biologi Hama
            Spodoptera exigua Hubner dapatdiklasifikasikan sebagai berikut :           Filum : Arthropoda ; Kelas : Insecta ; Ordo : Lepidoptera ; Famili : Noctuidae ; Genus : Spodoptera ; Species : Spodoptera exigua Hubner (Kalshoven, 1981).
            Ulat daun bawang (Spodoptera exigua Hubner) mempunyai beberapa variasi warna yaitu hijau, cokelat muda, dan hitam kecoklatan. Ulat yang hidup di dataran tinggi umumnya berwarna coklat. Panjang ulat penggerek daun ini sekitar 2,5 cm. Sejak telur menetas menjadi ulat, berkepompong, lalu menjadi serangga dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 23 hari (Rahayu dan Berlian, 1999).
            Telur berbentuk bulat sampai bulat panjang, diletakkan oleh induknyadalam bentuk kelompok pada permukaan daun atau batang dan tertutup olehbulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat80 butir. Jumlah telur yang dihasilkan oleh ngengat betina sekitar 500-600 butir.Setelah 2 hari telur menetas menjadi larva (Moekasan, dkk., 2000).
            Larva muda terdiri dari enam instar kadang ada juga lima instar. Larvaberwarna hijau dengan garis – garis hitam pada punggungnya, berukuran 1,2–1,5mm. Sedangkan larva instar lanjut (2-5), berwarna hijau (umumnya di dataran rendah) dan berwarna coklat (umumnya didataran tinggi) dengan garis kuning pada punggungnya. Setelah melalui instar akhir, larva menjatuhkan diri ketanah untuk berkepompong. Ngengat mempunyai sayap depan berwarna coklat tua dengan garis–garis kurang tegas dan terdapat bintik–bintik hitam. Sayap belakang berwarna keputih–putihan dan tepinya bergaris–garis hitam. Siklus hidup dari telur sampai imago adalah 3 – 4 minggu
(Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2008).
            Pupa berwarna coklat muda dengan panjang 9-11 mm, tanpa rumah pupa.Pupa berada di dalam tanah dengan kedalaman + 1 cm. Pupa sering dijumpai jugapada pangkal batang, terlindung dari daun kering, atau di bawah partikel tanah.Pupa memerlukan waktu 5 hari untuk berkembang menjadi ngengat               (Hadisoeganda, dkk., 1995)
            Ngengat hama ini lebih kecil dari anggota kelompok ulat pemotong daunlainnya. Rentangan sayap imagonya antara 1-1.5 inch. Sayap depan berwarnakelabu hingga coklat kelabu dengan garis-garis yang kurang tegas dan terdapatbintik-bintik hitam. Sayap belakang berwarna lebih terang dengan tepi yangbergaris-garis hitam. Seekor betina mampu menghasilkan lebih dari 1000 butirtelur dalam satu siklus hidupnya. Lamanya daur hidup sekitar 21 hari(Mau and Kessing, 1991). Pada suhu 30o-33oC lamanya daur hidup sekitar 15-17hari (Moekasan, dkk., 2000).
            Ulat berbentuk bulat panjang, berwarna hijau atau coklat dengan kepalaberwarna kuning kehijauan (Moekasan, dkk., 2000). Ulat lebih aktif pada malamhari. Stadium larva berlangsung selama 8-10 hari. Stadiumulat terdiri dari 5 instar. Warna larva antara hijau terang sampai hijau gelap. Padafase tertentu tubuh larva terdapat garis-daris berwarna gelap disepanjangtubuhnya. Ukuran maksimum larva hama ini antara 1-2 inchi (Mau dan Kessing, 1991).
Gejala Serangan
            Gejala serangan hama ini pada tanaman bawang merah ditandai dengantimbulnya bercak-bercak putih transparan pada daun.Larva memakan daun tanaman, larva muda masuk ke dalam jaringan parenkimdaun dan makan daun sebelah dalam meninggalkan jaringan epidermis daun (Moekasan, dkk., 2000).
            Koloni ulat kecil-kecil membuat lubang pada daun, kemudian merusakjaringan vaskuler dan masuk ke pipa daun sambil memangsa daging daun sebelahdalam. Daun bawang merah tampak berbercak putih memanjang seperti membran,kemudian layu, berlubang, dan di dekat lubang tersebut terdapat kotoran ulat.Serangan yang cukup berat dapat menimbulkan kehilangan hasil hingga 57%  (Rukmana, 1995).
            Bagian tanaman yang diserang terutama adalah daunnya. Akan tetapi,apabila populasi larva sangat banyak, larva akan menyerang umbi yang tersedia.Begitu menetas dari telur, larva akan segera melubangi daun bagian ujungnya, masuk dan makan daging daun bagian dalam, tetapi epidermis bagian luarnya tetap, dibiarkan tidak dimakan. Akibatnya pada daun terlihat bercak-bercakberwarna putih yang apabila diterawangkan tembus cahaya. Serangan lanjut menyebabkan daun terkulai dan mengering (Hadisoeganda, dkk., 1995).
 PENGELOLAAN HAMA TERPADU ULAT BAWANG (Spodoptera exigua Hubner) PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

Ambang Ekonomi
            Ambang ekonomi pengendalian ulat bawang yang ada pada saat ini ialah berdasarkan kelompok telur atau intensitas serangan. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut penggunaan insektisida dapat ditekan lebih dari 50% dengan hasil panen tetap tinggi. Namun, di tingkat petani penerapan ambang pengendalian tersebut secara teknis masih sulit diterapkan karena dibutuhkan kecermatan yang tinggi. Oleh karena itu perlu dicari alternatif ambang pengendalian yang secara teknis mudah diterapkan agar dapat diadopsi oleh petani (Moekasan dkk, 2000).
Nilai ambang ekonomi hama ini sebelumnya sudah diteliti oleh Moekasan (1994) dan Setiawati (1994). Moekasan menetapkannya berdasarkan tingkat kerusakan (intensitas) pada tingkat umur yang berbeda. Setiawati menetapkannya berdasarkan tingkat kehilangan hasil akibat investasi larva di rumah kaca. Keduanya melakukan penelitian pada komoditas yang berbeda dan di dataran Rendah. Ambang kendali hama S. exigua di dataran tinggi belum pernah dilaporkan sebelumnya. Perkembangan hama di dataran rendah berbeda dengan di dataran tinggi akibat pengaruh suhu yang berbeda. Akibat perkembangan hama yang berbeda, tingkat kerusakan pada tanaman juga akan berbeda. Tingkat kerusakan yang berbeda akan menyebabkan kehilangan hasil yang berbeda. Tingkat kehilangan hasil yang berbeda menyebabkan nilai ambang ekonominya juga berbeda. Oleh karenanya telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mempelajari tingkat kerusakan, produksi dan tingkat kehilangan hasil, serta menetapkan nilai ambang ekonomi hama S. exigua pada bawang merah      (Harahap, 1994).
Kultur Teknis
           Adapun dalam pengolahan hama terpadu pada tanaman bawang dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: menanam varietas toleran seperti varietas kuning dan bima, penerapan pola tanam yang meliputi pengaturan waktu tanam, pergiliran tanaman, tanam serentak dan tumpang sari, sanitasi/ pengendalian gulma disekitar pertanaman, pengelolaan tanah yang sempurna, pengelolaan air yang baik dan pengaturan jarak tanam (Nurdin dan Ali, 1997).
Pengendalian secara kultur teknis dapat pula dilakukan dengan cara penanaman varietas toleran, seperti varietas Philipine, Budidaya tanaman sehat dengan pengairan cukup, pemupukan berimbang dan penyiangan gulma, pergiliran tanaman, penanaman tanaman perangkap, misalnya tanaman kacang merah (Udiarto dkk, 2005).
Kultur Fisik/Mekanik
Pengendalian secara kultur fisik/mekanik dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan kelompok telur dan larva, terutama pada saat tanaman bawang merah berumur 7-35 hari, kemudian dimusnahkan, memasang lampu perangkap, pemasangan perangkap feromonoid seks untuk ngengat, penggunaan sungkup kain kasa untuk menekan populasi telur dan larva (Wibowo, 2007).
Penggunaan mulsa plastik, pengambilan daun yang menunjukkan gejala korokan dipotong lalu dimusnahkan, penggunaan perangkap, seperti pemasangan kain kelambu, perangkap warna, pemasangan light trap, dan penyapuan kain dengan perekat yan diharapkan mampu mengendaliakn populasi hama          (Nurdin dan Ali, 1997).
Kultur Biologi / Hayati
Pengendalian secara kultur biologi dapat dilakukan dengan cara menggunakan peran parasitoid S. Exigua seperti Telenomus spodopterae, Eriborus sinicus, Apanteles sp., Mikrosporidia SeNPV, Bacillus thuringiensis, dan Beauveria bassiana (Wulansari, 1996).
Selain itu pengendaian biologis juga dapat dilakukan dengan menggunakan parasitoid Hemiptarsenus varicornis, Opius sp., dan menggunakan predator Coenosia humilis yang dapat membantu dalam pengendalan secara biologi (Wibowo, 2007).

Kultur Kimiawi

Pengendalian secara kultur kimiawi dapat dilakukan dengan cara menggunakan insektisida yang berbahan aktif sipermetrin deltametrin, beta siflutrin, profenofos, dan spinosad yang dapat diaplikasikan ke tanaman      (Udiarto dkk, 2005).
Dalam pengendalian secara kimiawi dapat digunakan pula beberapa pestisida yaitu pengaplikasian pestisida kimia yang berbahan aktif Kartap hidroksida yang mampu dalam proses pengendalian hama pada tanamna bawang (Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2008).
KESIMPULAN
1.      Ambang ekonomi hama Spodoptera exigua Hubner yaitu berdasarkan tingkat kerusakan (intensitas) pada tingkat umur yang berbeda
2.      Pengendalian hama Spodoptera exigua Hubner secara kultur teknis yaitu penerapan pola tanam, menanam varietas toleransi, sanitasi dan pengolahan tanah.
3.      Pengendalian hama Spodoptera exigua Hubner secara kultur fisik/mekanik yaitu mengumpulkan kelompok telur dan larva, memasang lampu perangkap dan menggunakan sungkup.
4.      Pengendalian hama Spodoptera exigua Hubner secara kultur biologi yaitu dengan musuh alami yaitu parasitoid yaitu Telenomus spodopterae, Eriborus sinicus, Apanteles sp., Mikrosporidia SeNPV, Bacillus thuringiensis, dan Beauveria bassiana
5.      Pengendalian hama Spodoptera exigua Hubner secara kultur kimiawi yaitu dilakukan dengan cara menggunakan insektisida yang berbahan aktif sipermetrin deltametrin, beta siflutrin, profenofos, dan spinosad yang dapat diaplikasikan ke tanaman
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2004. Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius. Yogyakarta.

Ashari, S., 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.

Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2005. Kebijakan Pengembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Apresiasi   Penerapan Penanggulangan OPT Bawang Merah, Surabaya, 5 – 7 Juli 2005.

Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2008. Kebijakan Teknis    Pengendalian OPT. Makalah disampaikan dalam Apresiasi Penerapan       Penanggulangan OPT Bawang Merah, Surabaya, 5 – 7 Juli 2008.

Hadisoeganda, W.W., E. Suryaningsih, dan T.K. Moekasan. 1995. Penyakit dan Hama Bawang Merah dan Cara Pengendaliaannya. Dalam : Permadi, A.H., H.H. Sunarjono, Suwandi, F.A. Bahar, S. Sulihanti, dan W. Broto (Penyunting). Teknologi Produksi Bawang Merah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.Badan Penelitian dan Pengembangan       Pertanian. Jakarta.

Harahap, I. S. 1994. Seri PHT Hama Palawija. Penebar Swadaya. Jakarta

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of crops in Indonesia. Revised and translated by P.A. van der Laan. PT. Ichtiar Baru-van Hoeve. Jakarta.

Mau, R.F.L., and J.L.M. Kessing, 1991. Spodoptera exigua (Hubner) Beet Army   Worm. Departement of Entomology. Honollulu, Hawaii. Diakses dari:             http://www.extento.hawai.edu/k.base/crop/type/spodoptera.htm.

Moekasan, T.K.., I. Sulastrini, T. Rubiati dan V.S. Utami. 2000.Pengujian efikasi ekstrak kasar SeNPV terhadap larva Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah. J. Hort. 9 (1) : 121 - 128.

Nurdin, F. dan Ali, M. 1997. Pemakaian Pestisida Pada tanaman Bawang, Kentang dan Kubis diAlahan Panjang. Proseding Seminar BPTP Sukarami.
ada Agroekosistem Tanaman Bawang Merah. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13 (1):    33-37. Sumatera Barat.

Pitojo, S. 2003. Benih Bawang Merah. Kanisius. Yogyakarta.

Rahayu, E dan N. Berlian. 1999. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rukmana, R. 1995. Bawang Merah : Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.

Sastrasiswojo, S. 1992. Prospek penerapan dan Pengembangan Pengendalian hama Terpadu PadaTanaman Sayuran. Seminar Nasional dan Forum Komunikasi. Himpunan Mahasiswa HPTFak. Pertanian Univ. Padjadjaran. Bandung.

Sumarni dan Hidayat. 2005. Panduan teknis PTT Bawang merah No.3. Balai Penelitian Sayuran IPB. http://agroindonesia.co.id.

Sumarno dan Harnoto. 1983. Bawang dan Cara Bercocok Tanamnya. Puslitbangtan, Bogor.

Suparman. 2010. Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta.

Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Yrama Widya. Bandung.

Udiarto, B.K., Wiwin S., dan Euis S. 2005. Pengenalan Hama dan Penyakit pada Tanaman Bawang Merah dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman       Sayur. Bandung.

Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang : Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wulansari, A. 1996. Perkembangan Serangan Spodoptera exigua Hubner   (Lepidoptera: Noctudae)Pada Tanaman Bawang Merah. Jurusan Hama dan            Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Bogor.